Jika kita menyebut nama-nama besar dalam sejarah matematika Islam, seperti Al-Khwarizmi atau Al-Biruni, banyak yang akan mengenalinya. Namun satu nama penting yang kerap terlupakan dari narasi besar itu adalah Abu Bakr ibn Muhammad ibn al-Husayn Al-Karaji. Dalam pandangan saya, ini adalah ketidakadilan sejarah yang harus segera diperbaiki, karena kontribusi Al-Karaji terhadap aljabar dan teori bilangan adalah fondasi penting bagi matematika modern.
Al-Karaji hidup pada abad ke-10 hingga awal abad ke-11, dan menetap di Baghdad pada masa ketika kota itu menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia. Ia adalah penerus pemikiran Al-Khwarizmi, namun ia tidak sekadar mengikuti jejak ia merevolusi cara berpikir tentang aljabar.
Salah satu pencapaiannya yang luar biasa adalah menghapus ketergantungan pada geometri Yunani dalam pendekatan aljabar. Jika Al-Khwarizmi masih menggunakan pendekatan geometris dalam menyelesaikan persamaan, Al-Karaji mulai memperkenalkan operasi aljabar murni dengan simbol dan manipulasi bentuk-bentuk aljabar tanpa mengguanakan referensi visual geometris. Ini adalah langkah besar menuju bentuk aljabar modern seperti yang kita kenal sekarang.
Lebih dari itu, Al-Karaji juga dianggap sebagai orang pertama yang menggunakan metode induksi matematika secara tidak eksplisit, yang kemudian menjadi alat utama dalam pembuktian matematika modern. Ia menggunakannya untuk membuktikan sifat-sifat bilangan dan rumus-rumus deret, jauh sebelum konsep formal induksi matematika dikenal di Eropa.
Namun, yang paling saya kagumi dari Al-Karaji adalah keberaniannya untuk membangun sistem aljabar yang berdiri sendiri sebuah sistem abstrak, tidak tergantung pada realitas fisik atau gambar geometris. Di dunia ilmu abad pertengahan, ini adalah pemikiran yang sangat maju dan berani.
Sayangnya, seperti banyak ilmuwan Muslim lainnya, karya-karya Al-Karaji banyak yang hilang atau tidak mendapat perhatian besar dalam sejarah sains dunia. Nama-namanya nyaris tenggelam di antara popularitas ilmuwan Eropa yang datang kemudian, meskipun banyak gagasan mereka sebenarnya berakar dari warisan para ilmuwan Islam seperti Al-Karaji.
Menurut saya, mengenang Al-Karaji bukan hanya soal menegakkan keadilan sejarah, tapi juga memberi inspirasi kepada generasi sekarang tentang bagaimana berpikir progresif dan abstrak, bahkan dalam keterbatasan zaman. Ia menunjukkan bahwa matematika bukan sekadar alat berhitung, tetapi sebuah bahasa berpikir logis yang bisa berkembang menjadi ilmu yang indah dan mandiri.
Kita hidup di era ketika STEM (Science, Technology, Engineering, Math) begitu diagungkan. Tetapi sering kali kita lupa bahwa akar dari banyak ide modern telah tumbuh subur dalam pemikiran ilmuwan Muslim abad pertengahan seperti Al-Karaji. Maka, sudah saatnya dunia Islam tidak hanya bangga pada masa lalu, tetapi menghidupkan kembali semangat inovatif dan eksploratif yang pernah dimiliki Al-Karaji.
Author: Noki Agustiardi,S.Pd.