Di tengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini, kita kerap lupa bahwa dasar dari banyak cabang ilmu modern telah diletakkan lebih dari seribu tahun yang lalu oleh para ilmuwan Muslim. Di antara tokoh-tokoh besar itu, Abu Rayhan Al-Biruni menonjol sebagai seorang ilmuwan multidisipliner yang sangat brilian. Dalam pandangan saya, Al-Biruni bukan hanya seorang matematikawan hebat, tetapi juga simbol kebebasan berpikir, kehausan akan pengetahuan, dan integritas ilmiah yang melampaui zamannya.
Di tengah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini, kita kerap lupa bahwa dasar dari banyak cabang ilmu modern telah diletakkan lebih dari seribu tahun yang lalu oleh para ilmuwan Muslim. Di antara tokoh-tokoh besar itu, Abu Rayhan Al-Biruni menonjol sebagai seorang ilmuwan multidisipliner yang sangat brilian. Dalam pandangan saya, Al-Biruni bukan hanya seorang matematikawan hebat, tetapi juga simbol kebebasan berpikir, kehausan akan pengetahuan, dan integritas ilmiah yang melampaui zamannya.
Lahir pada tahun 973 M di Khwarezm (sekarang Uzbekistan), Al-Biruni tumbuh dalam atmosfer intelektual yang kaya. Ia dikenal sebagai ahli dalam berbagai bidang matematika, astronomi, geografi, fisika, farmasi, sejarah, hingga antropologi. Tetapi yang paling mengesankan dari Al-Biruni adalah kemampuannya menjembatani teori dan praktik, serta kedisiplinannya dalam membandingkan ilmu dari berbagai peradaban Persia, Yunani, India, dan dunia Islam sendiri.
Di bidang matematika, kontribusi Al-Biruni sangat signifikan. Ia mengembangkan metode akurat untuk menghitung jari-jari dan keliling bumi, bahkan jauh lebih presisi dari pada para ilmuwan Eropa berabad-abad kemudian. Dengan hanya menggunakan peralatan sederhana dan pendekatan trigonometri, Al-Biruni berhasil menunjukkan bahwa ilmu bisa sangat presisi bila dibarengi dengan ketelitian dan metode yang benar. Ia juga menyusun tabel-tabel sinus dan tangen dengan akurasi tinggi yang digunakan dalam astronomi dan navigasi.
Yang membuat saya mengagumi Al-Biruni adalah sikap ilmiahnya yang luar biasa terbuka. Ketika ia menulis buku Tahqiq ma li-l-Hind (Penelitian tentang India), Al-Biruni tidak hanya menjelaskan sains dan filosofi India secara objektif, tetapi juga menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan budaya dan agama. Ia menulis bukan untuk menghakimi, tetapi untuk memahami. Sikap seperti ini langka, bahkan dalam dunia akademik modern yang sering kali masih diliputi bias dan asumsi.
Lebih dari itu, Al-Biruni memiliki integritas intelektual yang kuat. Ia tidak segan-segan mengoreksi pandangan ilmiah terdahulu, bahkan jika itu berarti bertentangan dengan pemikiran populer atau otoritas tertentu. Ia menunjukkan bahwa menjadi seorang ilmuwan sejati berarti berani mencari kebenaran, meski harus melawan arus.
Dalam dunia yang kini dipenuhi oleh informasi instan dan kesimpulan cepat, Al-Biruni menjadi pengingat bahwa ilmu adalah hasil dari ketekunan, ketelitian, dan sikap rendah hati terhadap fakta. Ia tidak hanya menguasai banyak bidang, tapi juga menyelaminya dengan pendekatan kritis dan reflektif.
Menurut saya, Al-Biruni adalah contoh sempurna dari apa yang bisa dicapai ketika agama dan ilmu tidak dipertentangkan, tetapi saling menguatkan. Ia percaya bahwa semesta ini diciptakan dengan keteraturan dan rasionalitas, dan tugas manusia adalah mengkajinya dengan akal dan nurani.
Mengenang Al-Biruni bukanlah sekadar nostalgia atas masa lalu yang gemilang. Ini adalah ajakan untuk membangun kembali semangat ilmiah yang objektif, terbuka, dan berorientasi pada pencarian makna, bukan sekadar keuntungan atau ketenaran. Dunia Islam dan dunia secara umum sangat membutuhkan semangat seperti ini hari ini.
Author: Noki Agustiardi,S.Pd.